Sumba Barat Daya (SBD),tipikorInvestigasinews.id — Kasus intimidasi terhadap wartawan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur, kini memasuki babak baru. Setelah rekaman suara dan video yang memperlihatkan tindakan Kasat Reskrim Polres SBD beredar luas di kalangan jurnalis, publik menuntut Kapolda NTT dan Kapolri untuk turun tangan langsung menegakkan keadilan dan profesionalitas aparat di lapangan.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis, 6 November 2025, saat wartawan TipikorInvestigasi meliput kasus pembunuhan di Desa HowaWungo, Kecamatan Kodi Utara.
Dalam rekaman yang dimiliki redaksi, Kasat Reskrim memerintahkan penghapusan dokumentasi liputan, disertai kata-kata bernada ancaman dan tindakan intimidatif terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Bukti rekaman tersebut telah diverifikasi dan dikonfirmasi kepada sejumlah pihak yang berada di lokasi, serta dinyatakan autentik dan tidak direkayasa.
Peristiwa ini menimbulkan gelombang kecaman dari berbagai organisasi pers di Nusa Tenggara Timur karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1), yang menegaskan bahwa setiap orang yang menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
“Kami sudah mendengar langsung rekamannya. Itu bentuk nyata intimidasi terhadap jurnalis. Tidak ada alasan pembenaran untuk tindakan semacam itu,” ujar salah satu tokoh pers NTT kepada redaksi.
Meski bukti rekaman sudah jelas, hingga kini Kapolres Sumba Barat Daya belum mengambil tindakan tegas terhadap bawahannya.
Kapolres bahkan dinilai hanya menerima penjelasan sepihak dari Kasat Reskrim tanpa klarifikasi langsung kepada wartawan korban intimidasi.
“Ini bentuk pembiaran. Kapolres seharusnya bersikap objektif dan memeriksa kedua belah pihak, bukan hanya mendengar dari bawahannya,” ungkap seorang pengurus organisasi jurnalis di Kupang.
Sikap pasif Polres SBD kini menimbulkan sorotan tajam publik. Banyak pihak meminta Kapolda NTT dan Kapolri Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus ini, termasuk pemeriksaan terhadap pejabat yang dinilai lalai menjalankan pengawasan.
“Kapolda dan Kapolri harus turun langsung. Ini bukan persoalan kecil, melainkan ujian terhadap komitmen Polri dalam menegakkan hukum dan menghormati kebebasan pers,” tegas seorang jurnalis senior di NTT.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolda NTT dan Mabes Polri belum memberikan keterangan resmi.
Sementara itu, Redaksi TipikorInvestigasiNews.id menegaskan bahwa seluruh bukti rekaman dan kesaksian telah tersimpan rapi di arsip redaksi dan siap diserahkan kepada Dewan Pers bila diperlukan.
Redaksi TipikorInvestigasiNews.id memastikan bahwa pemberitaan ini disusun berdasarkan bukti faktual berupa rekaman, dokumentasi lapangan, dan hasil verifikasi di lokasi kejadian.
Seluruh proses peliputan mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan tujuan utama menjaga transparansi, profesionalisme, dan tanggung jawab sosial pers.
Redaksi juga telah berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak Kapolres, Kapolda, dan Mabes Polri, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada tanggapan resmi yang diterima.
Berita ini disusun berdasarkan fakta dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan etika jurnalistik.
Seluruh data, rekaman, dan dokumen pendukung tersimpan di arsip redaksi.
Pemberitaan ini bertujuan untuk kepentingan publik dan fungsi kontrol sosial, bukan untuk menyerang pribadi atau institusi mana pun.
Apabila terdapat pihak yang keberatan terhadap isi berita, Redaksi TipikorInvestigasiNews.id membuka ruang hak jawab dan hak koreksi sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Redaksi juga siap memberikan bukti pendukung kepada Dewan Pers jika dibutuhkan dalam proses klarifikasi resmi. (Red)








____________________________________________


