Sengketa Tanah Adat Julio Dos Santos di Labuan Bajo: Keluarga Tuntut Keadilan

Labuan Bajo, tipikorinvestigasinews.id – Ketua Hakim PN Labuan Bajo bersama anggota kepolisian Polres Manggarai Barat mendatangi lokasi tanah sengketa berukuran 12X15 Meter yang berlokasi di Malok Ras, Labuan Bajo untuk melakukan pengukuran, Jumat (3/10/2025).

“Kisah panjang sengketa tanah di jantung pariwisata super prioritas Labuan Bajo kembali mencuat. Sebidang tanah adat di Malok Ras, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, yang sejak 1983 diserahkan secara sah kepada Julio Dos Santos, kini menjadi sumber konflik hukum yang panas dan berlarut.

Kasus ini bukan sekadar soal kepemilikan lahan 12×15 meter. Lebih dari itu, ia membuka kembali perdebatan panjang tentang pengakuan hak adat versus dugaan sertifikat palsu, serta dugaan adanya perlakuan tidak adil dalam proses hukum di tingkat pengadilan.

Bacaan Lainnya

Awal Cerita: Penyerahan Tanah Adat Tahun 1983

Didalam dokumen sejarah menunjukkan, pada 1983, fungsionaris adat Nggorang, yakni H. Ramang dan H. Ishaka, di bawah naungan H. Umar H. Ishaka selaku Dalu Nggorang menyerahkan sebidang tanah adat kepada Julio Dos Santos, seorang purnawirawan TNI.

Penyerahan itu dilakukan secara adat, disertai dengan pemenuhan kewajiban adat oleh penerima, sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan sah terhadap hak milik. Surat penyerahan tanah ditandatangani langsung oleh para fungsionaris adat Nggorang dan diketahui/ditandangani oleh Lurah Labuan Bajo kala itu, Sarifudin Malik, S.ST. Tanah tersebut terletak di Malok Ras, tepat di sebelah barat Bandara Komodo, dengan batas-batas sebagai berikut:

Utara: Jalan Raya

Selatan: Tanah milik M. Kasim Laudin

Timur: Saluran air/jalan raya

Barat: Tanah milik Fransiskus Wangari

Awalnya, luas tanah berukuran 50×20 meter (bersertifikat) telah dijual dan menyisakan lahan 12×15 meter yang kini menjadi sumber sengketa.

Klaim Baru dan Awal Konflik

Tahun 2021, muncul sosok bernama Susana Mujur yang secara mengejutkan mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Ia mengaku memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas lahan yang disebut-sebut mencakup area milik Julio Dos Santos.

Tak berhenti di situ, Susana Mujur kemudian melaporkan Julio ke Polres Manggarai Barat atas dugaan penyerobotan tanah. Namun dalam pemeriksaan, Julio menunjukkan dokumen penyerahan adat lengkap, sementara Susana disebut tak mampu menunjukkan alas hak awal atas tanah tersebut.

Kasus laporan polisi itu akhirnya mandek tanpa kejelasan, dan Julio sempat merasa aman. Tapi ketenangan itu tak berlangsung lama.

Empat tahun kemudian, tepatnya 17 Juli 2025, Julio kembali dikejutkan dengan surat panggilan dari Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Ia tercatat sebagai Tergugat 1 (satu) dalam perkara perdata Nomor 36/Pdt.G/2025/PN Lbj dengan penggugat Susana Mujur.

Menariknya, gugatan tersebut tidak hanya menjerat Julio. Nama-nama lain yang tercantum sebagai tergugat antara lain:

H. Umar H. Ishaka (Tergugat II)

H. Ramang H. Ishaka (Tergugat III)

Frans Djun Trirada Wangarri (Tergugat IV) Katarina Syuria Lero (Tergugat V)

Gugatan ini membuka kembali kisah tanah adat Nggorang yang sudah berusia lebih dari empat dekade.

Ayah Sakit Stroke, Anak Jadi Kuasa Insidentil

Sayangnya, kondisi kesehatan Julio yang tengah menderita stroke membuatnya tidak bisa menghadiri sidang. Sang anak, Fredi Rego Dos Santos atau yang akrab disapa Joni, kemudian mengajukan kuasa insidentil untuk mewakili ayahnya.

Kuasa itu telah disetujui secara administratif dan dilengkapi dokumen pendukung. Namun, pihak panitra pengadilan disebut tetap meminta kehadiran Julio untuk menandatangani kuasa langsung di pengadilan, meski kondisi medisnya tidak memungkinkan.

“Kami sudah bawa semua berkas lengkap, termasuk surat keterangan dokter. Tapi mereka tetap bersikeras harus hadir tanda tangan di pengadilan. Padahal bapak dalam kondisi stroke berat,” kata Fredi kepada wartawan. Senin (6/10/2025) di Labuan Bajo.

Fredi menilai langkah tersebut sebagai bentuk mempersulit, bahkan ia menduga adanya keberpihakan terhadap pihak penggugat.

Data yang diperoleh wartawan menyebutkan bahwa tergugat Julio Dos Santos telah menjalankan kewajibannya sebagai warga yang taat hukum dengan membayar pajak tanah selama lima tahun berturut-turut. Tanah yang menjadi objek perkara tersebut memiliki luas sekitar 12 x 15 meter.

Pembayaran pajak tersebut dilakukan secara rutin melalui kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat, dilengkapi bukti kwitansi pembayaran pajak. Sebagai bukti bahwa Julio masih menguasai dan mengelola tanah tersebut secara sah selama kurun waktu tersebut. Dokumen bukti setor pajak juga telah dilampirkan dalam berkas perkara sebagai salah satu alat bukti kepemilikan dan penguasaan fisik atas tanah yang kini tengah disengketakan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

Langkah Julio ini memperkuat posisinya sebagai pihak yang memiliki itikad baik dan tanggung jawab administratif, di tengah proses hukum yang kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

Foto: Pengadilan Negeri Labuan Bajo melakukan pengukuran di tanah sengketa yang berukuran 12X15 Meter

Langkah Mengejutkan: Diduga Pengukuran Sepihak

Ketegangan makin meningkat ketika pada salah satu agenda sidang, Ketua Hakim dan tim Pengadilan Negeri Labuan Bajo bersama anggota kepolisian Polres Manggarai Barat, Kejaksaan Negeri, dan BPN tiba-tiba mendatangi lokasi tanah pada tanggal (3/10/2025) untuk melakukan pengukuran sepihak, tanpa kehadiran pihak tergugat.

“kami sebagai pihak tergugat tidak pernah mengikuti jalannya sidang di pengadilan, tiba-tiba mereka datang ukur tanah. Kami merasa diperlakukan tidak adil,” ujar Fredi dengan nada kecewa.

Langkah ini sontak menuai kecaman dari pihak tergugat, mereka menilai seharusnya pengukuran dilakukan dengan menghadirkan kedua belah pihak agar hasilnya objektif dan menghindari konflik.

Pantauan Awak Media ini pada Senin (6/10) menunjukkan kondisi terkini di lahan sengketa tersebut. Diatas tanah berukuran 12×15 meter milik Julio Dos Santos kini berdiri rumah kontrakan semi permanen dan warung, yang disewa oleh Katarina Syuria Lero sejak 2022. Dan di sebelahnya, terpampang papan nama bertuliskan “Tanah Milik Susana Mujur – SHM No. XXX – Luas 961 m²”, lengkap dengan tulisan: “Dilarang Masuk!”

Tanah warisan adat diakui, ini menunjukkan potret nyata betapa kusutnya persoalan agraria di daerah pariwisata yang kini jadi sorotan nasional.

Perkara yang bermula dari warisan adat tahun 1983 kini berubah menjadi pertarungan hukum antara warisan leluhur dan sistem sertifikat negara.

Julio Dos Santos dan ahli warisnya berpegang pada pengakuan adat dan dokumen legal tahun 1983, sementara Susana Mujur tidak menggenggam alas hak tanah yang berukuran 12X15 Meter.

Publik kini menanti langkah majelis hakim Pengadilan Negeri Labuan Bajo:

Apakah tanah adat itu akan dikembalikan kepada pemilik asal sesuai sejarah dan pengakuan adat, ataukah kekuatan dugaan sertifikat palsu akan kembali menjadi penentu tunggal hak kepemilikan?

Bagi keluarga Julio, perjuangan ini bukan semata soal tanah, tetapi soal keadilan dan kehormatan keluarga.

Kini, persidangan kasus Nomor 36/Pdt.G/2025/PN Lbj masih bergulir. Di tengah derasnya arus investasi dan pembangunan di Labuan Bajo, kasus ini menjadi cermin betapa rapuhnya perlindungan hak atas tanah di daerah destinasi wisata.

Apakah tanah mungil berukuran 12×15 meter ini akan menemukan keadilan, atau justru menjadi simbol baru luka hukum agraria di Nusa Tenggara Timur?

Hingga berita ini dipublis, masih berupaya untuk temui Susana Mujur (Penggugat) dan Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo untuk dimintai tanggapan terkait kasus ini.

( Petrus: Bersama Tim )

TIPIKOR INVESTIGASI NEWS. “Tegakkan Keadilan, Perjuangkan Kebenaran!”

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *