Balikukup, tipikorinvestigasinews.id – Kontroversi seputar pengelolaan dana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal di Kampung Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, memasuki babak baru. Setelah berita dugaan penyelewengan dana iuran warga senilai puluhan juta rupiah viral, kini muncul video klarifikasi dari Ketua RT 02 yang justru memicu gelombang kecurigaan dan tantangan etik.
Ketua RT 02 Balikukup, yang identitasnya tidak disebutkan secara eksplisit dalam sumber informasi, secara tegas membantah dan menyebut berita yang mengatasnamakan keresahan warga terkait dana PLTS sebagai “tidak benar dan itu fitnah.”
“Masalah isu viral kemarin, masalah dana PLTS kemarin itu saya katakan tidak benar dan fitnah,” ungkap Ketua RT 02 dalam video yang beredar luas.
Tindakan bantahan ini langsung direspons oleh awak media yang mencoba mengonfirmasi lebih lanjut pada 11 Oktober 2025. Namun, tanggapan dari Ketua RT 02 justru dianggap tidak kooperatif dan menimbulkan pertanyaan baru tentang transparansi.
Saat dihubungi via pesan WhatsApp, Ketua RT 02 menolak memberikan keterangan rinci dan meminta wartawan datang langsung ke Balikukup.
“Maaf Pak, silakan datang sama saya kita ketemu di Balikukup. Maaf Pak saya tidak ada urusan sama Bapak. Maaf Pak, jika hanya menyampaikan melalui HP kurang baiklah Pak ya. Maaf saya sibuk. Bukan berita yang tidak benar Pak, yang saya tidak benarkan yang mengatasnamakan warga Balikukup.” Ujarnya
Sikap ini dinilai oleh sebagian pihak sebagai ketidakpantasan seorang pejabat publik setingkat Ketua RT, terutama dalam menghadapi isu yang melibatkan kepentingan dan dana kolektif masyarakat.
Di tengah polemik ini, informasi dari masyarakat lain yang meminta namanya dirahasiakan, membongkar adanya dugaan manuver di balik video klarifikasi tersebut.
Warga menuding bahwa Ketua RT 02 adalah saudara kandung dari Kepala Kampung Balikukup yang sebelumnya menjadi sorotan utama dalam isu transparansi dana PLTS.
Lebih lanjut, warga menyebut rapat klarifikasi yang menghasilkan video bantahan itu dilakukan secara tertutup dan eksklusif.
Rapat hanya melibatkan 14 orang disebut sebagai “orang-orang pilihan” atau “orang-orang Kepala Kampung.”
Masyarakat umum (warga lain) tidak diundang atau dilibatkan.
“Yang menjadi pertanyaan, kalau ini memang benar itu masyarakat tidak mengatakan tidak benar mengatasnamakan masyarakat, kenapa rapatnya hanya 14 orang? Kenapa masyarakat lainnya tidak diundang dan dikasih tahu? Ada apa dengan mereka? Saya curiga ini mereka sudah atur, lalu dibuatkan video, baru dikirimkan ke media-media. Seolah-olah wartawan mau disalahkan, kemungkinan mereka takut kalau kami warga lainnya hadir, kalau kami bersuara,” ujar salah seorang warga.
Kecurigaan ini mengarah pada dugaan adanya upaya sistematis untuk mementahkan berita awal tanpa melibatkan seluruh representasi warga yang menjadi sumber keresahan.
Situasi ini semakin meruncing setelah seorang pengamat jurnalistik memberikan pandangan kritis. Menurut pengamat, langkah klarifikasi yang dilakukan kelompok RT 02 justru melanggar prinsip dasar komunikasi publik dan etika pers.
Penyimpangan Mekanisme Klarifikasi: Seharusnya, pihak yang keberatan melakukan klarifikasi atau Hak Jawab kepada media yang pertama kali menaikkan berita, bukan memilih media lain untuk menyebarkan bantahan.
Melanggar Kode Etik: Wartawan yang menaikkan berita klarifikasi tanpa mengetahui konteks awal dan tanpa menguji keabsahan klaim klarifikasi tersebut, dinilai melanggar kode etik jurnalistik karena mengabaikan prinsip keberimbangan dan verifikasi mendalam.
Menanggapi tudingan serius terhadap kredibilitas pemberitaan awal, tim media gabungan yang merasa dirugikan kini mengambil sikap tegas.
Mereka berencana melaporkan kasus ini ke Dewan Pers dan pihak Aparat Penegak Hukum (APH). Laporan ini bertujuan untuk menguji dugaan pelanggaran etik jurnalistik oleh media yang menayangkan video bantahan tanpa verifikasi, serta menindaklanjuti tudingan.
(Syamsul)