ACEH SINGKIL | Tipikorinvestigasinews.id ~ Aroma tidak sedap menyelimuti Desa Singkohor, Kecamatan Singkohor, Kabupaten Aceh Singkil, menyusul dugaan kuat penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa (Kades) Singkohor, Mj. Skandal ini terkait manipulasi dan penyimpangan administrasi pengelolaan Hutan Produksi (HP) yang berada di wilayah desa tersebut, memicu keresahan warga dan desakan agar penegak hukum segera turun tangan.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah warga yang geram serta dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan, menunjukkan adanya indikasi kuat Kades Mj menyalahgunakan kewenangannya. Keterlibatannya diduga dalam penerbitan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Saporadik) yang tidak sesuai prosedur, serta membiarkan oknum-oknum tertentu melakukan pengelolaan lahan Hutan Produksi tanpa melalui proses musyawarah desa yang transparan dan sah secara hukum.
Salah satu bukti kuat yang mencuat adalah pengakuan dari seorang warga yang identitasnya dirahasiakan (disebut sebagai U). U mengungkapkan bahwa Kades Mj telah menandatangani sejumlah surat Saporadik tanah di kawasan Hutan Produksi untuk pihak lain, namun menolak menandatangani Saporadik miliknya dengan alasan yang mencurigakan.
“Tapi kok ironisnya surat saya beliau tidak mau menandatangani dengan alasannya, ‘Tunggu dulu Pak agar aman dulu baru kita tandatangani’,” tutur U dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, U menceritakan bahwa ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada Kades Mj untuk penandatanganan Saporadik tersebut. “Tahap pertama, setelah selesai mengukur (tanah), saya sudah lupa harinya tapi ada uang ukur yang saya berikan. Kemudian saya mengantar uang dua juta, setelah beberapa hari kemudian saya mengantar uang lagi sepuluh juta,” ungkap U. Namun, Kades Mj hanya menandatangani satu lembar surat dari sekian banyak yang dibawa U, dengan alasan yang sama: “menunggu aman.”
U menambahkan, Kades Mj bahkan sempat berpesan kepada seorang warga bernama Udin yang menjadi saksi, “Uang yang dari Pak Ucok (U) sudah saya terima, jadi suratmu tinggal dulu di desa, kita tunggu dulu aman kalau sudah aman nanti baru saya tandatangani.” Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik transaksional dan penundaan yang tidak wajar.
Keresahan U dan warga lainnya mencapai puncaknya. U berharap Kades Mj segera menandatangani Saporadik miliknya. Jika tidak, ia menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah Aparat Penegak Hukum (APH). “Bila tidak, hal ini akan dibawa ke ranah Aparat Penegak Hukum (APH) agar menangkap dan mengadili Mj dan seluruh oknum yang bermain di sana,” ucap U dengan kesal, mencerminkan frustrasi mendalam atas dugaan ketidakadilan yang dialaminya.
Menanggapi dugaan serius ini, awak media berhasil mengonfirmasi Camat Singkohor, FATHURRAHMAN, S.IP, M.Si, pada Senin (29/9/2025) melalui WhatsApp. Camat menyatakan akan menelusuri permasalahan ini lebih lanjut. “Coba kami telusuri dulu permasalahannya,” ujarnya singkat.
Fathurrahman juga menambahkan informasi terkait keberadaan Hutan Produksi Konversi (HPK) di wilayahnya. “Sejauh ini sepengetahuan kami adanya HPK itu di wilayah Kampung Lae Sipola dan Kampung Lae Pinang, sesuai dengan beberapa kali pertemuan yang diadakan baik oleh BPKHTL Aceh ataupun BPN,” imbuhnya, mengindikasikan adanya pengetahuan tentang regulasi dan batas-batas wilayah hutan.
Sementara itu, upaya awak media untuk mendapatkan konfirmasi langsung dari Kades Singkohor, Mj, masih belum membuahkan hasil. Beberapa kali panggilan telepon yang dilayangkan tidak tersambung hingga berita ini diterbitkan, meninggalkan pertanyaan besar terkait posisi dan tanggapan Kades atas tuduhan serius ini.
Kasus ini menjadi sorotan penting karena menyangkut integritas pemerintahan desa, hak-hak warga, serta kelestarian Hutan Produksi sebagai aset negara. Publik menantikan langkah tegas dari Aparat Penegak Hukum untuk mengungkap kebenaran dan menindak pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.{Red}