SUKABUMI Tipikorinvestigasinews.id — Warga Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, dan warga Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, mulai menyuarakan keresahan atas rencana pembangunan kawasan perhotelan di wilayah sempadan pantai yang dikelola oleh pihak investor asing, PT Pasipic Budaya Wisata, bekerja sama dengan pihak BKSDA.
Pihak BKSDA semestinya harus sesuai dengan tugas dan hak pungsinya, BKSDA adalah singkatan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Yang mana Lembaga ini berada di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Adapun Tugas utama BKSDA :
Mengelola kawasan konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman hutan raya.
Melindungi flora dan fauna langka serta mengawasi peredaran tumbuhan dan satwa liar.
3. Melakukan penegakan hukum di bidang konservasi alam.
Melaksanakan kegiatan penyelamatan satwa liar, termasuk evakuasi dan rehabilitasi.
Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati.
Contohnya :
BKSDA Jawa Barat mengelola kawasan konservasi seperti Cagar Alam Sukawayana dan Taman Wisata Alam Ciletuh di Sukabumi,
Akantetapi bukannya menjaga dan melestarikan, melainkan akan timbul sebuah dampak kerusakan terhadap lingkungan.
Belum dimulainya pembangunan saja, warga sudah merasakan dampak pembatasan akses. Sejumlah jalan menuju pantai yang selama ini digunakan masyarakat lokal untuk beraktivitas, kini sudah ditutup dan dipagar oleh pihak pengelola.
“Belum dibangun saja sudah dilarang lewat, apalagi kalau nanti sudah berdiri hotel 100 persen. Kami khawatir pantai akan tertutup untuk warga,” ungkap salah satu warga Citepus, Senin (20/10/2025).
Padahal, kawasan tersebut termasuk wilayah sempadan pantai, yang menurut peraturan perundang-undangan seharusnya menjadi ruang terbuka publik dan tidak boleh dimiliki atau dibangun permanen oleh pihak tertentu.
Warga Minta Kajian Ulang dan Penundaan Pembangunan.
Masyarakat setempat meminta agar rencana kerja sama antara BKSDA dengan PT Pasipic Budaya Wisata dikaji ulang, sebab dinilai tidak sesuai dengan kultur dan karakter masyarakat pesisir Sukabumi yang selama ini hidup dari sektor pariwisata rakyat dan hasil laut.
Selain itu, warga mendesak agar pihak PT Pasipic dilarang melanjutkan pembangunan sebelum adanya putusan hukum tetap dari pengadilan, mengingat telah diajukannya gugatan dari warga terkait penguasaan lahan sempadan tersebut.
Dasar Hukum : Sempadan Pantai Adalah Ruang Publik.
Secara hukum, kawasan sempadan pantai telah diatur dalam beberapa regulasi penting
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, menyebutkan bahwa:
“Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian laut yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai, yang berfungsi untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir.”
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Pasal 50 ayat(1) menyebutkan:
“Sempadan pantai merupakan kawasan lindung yang tidak boleh didirikan bangunan permanen, kecuali untuk kegiatan yang menunjang kelestarian fungsi pantai.”
Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai menetapkan bahwa:
“Lebar sempadan pantai paling sedikit 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.”
Artinya, pembangunan hotel dan pagar pembatas di wilayah yang masuk radius 100 meter dari garis pasang tertinggi dapat melanggar ketentuan perlindungan kawasan sempadan.
Pantai Sebagai Warisan Alam dan Wisata Adat.
Warga menilai, pantai-pantai di Citepus hingga Sukawayana merupakan wilayah alami yang masih utuh, serta sering dikunjungi wisatawan lokal dan luar daerah. Daripada dibangun hotel besar, warga menilai lebih baik kawasan tersebut ditata dan dikelola oleh masyarakat lokal dengan dukungan pemerintah daerah.
Kawasan itu bisa dijadikan pusat wisata adat, UMKM pesisir, serta area penghijauan untuk menjaga keseimbangan lingkungan pantai.
“Kami berharap Pemerintah Daerah segera mengambil alih dan melakukan kajian ulang total atas kerja sama tersebut,” tambah warga lainnya.
Harapan Warga kepada Pemerintah Daerah.
Besar harapan masyarakat agar Pemkab Sukabumi bersama instansi terkait, seperti Bappeda, Dinas Pariwisata, dan Dinas Lingkungan Hidup, meninjau kembali izin lokasi dan izin lingkungan dari PT Pasipic Budaya Wisata.
Jika aspirasi ini tidak ditanggapi, warga mengancam akan melakukan aksi protes secara terbuka untuk mempertahankan hak akses publik ke pantai.
“Pantai adalah milik bersama, bukan milik investor,” tegas warga dalam pernyataannya.
Kesimpulan
Warga Citepus dan Cikakak menolak keras pembangunan perhotelan di wilayah sempadan pantai hingga adanya keputusan hukum dan kajian resmi dari pemerintah.
Mereka menegaskan bahwa pantai adalah ruang publik, bukan ruang privat untuk kepentingan komersial sepihak.
Reporter : SOPIAN DARMAYANTO







____________________________________________


